BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH SASTRA INDONESIA
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa. Misalnya, sejarah sastra Indonesia, sejarah sastra Jawa, dan sejarah sastra Inggris. Dengan pengertian dasar itu, tampak bahwa objek sejarah sastra adalah segala peristiwa yang terjadi pada rentang masa pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa. Telah disinggung di depan bahwa sejarah sastra itu bisa menyangkut karya sastra, pengarang, penerbit, pengajaran, kritik, dan lain-lainPERIODISASI SASTRA
Penulisan sejarah sastra Indonesia dapat dilakukan dengan dua cara atau metode, yaitu (1) menerapkan teori estetika resepsi atau estetika tanggapan, dan (2) menerapkan teori penyusunan rangkaian perkembangan sastra dari periode atau angkatan ke angkatan. Di samping itu, sejarah sastra Indonesia dapat juga dilakukan secara sinkronis dan diakronis. Yang sinkronis berarti penulisan sejarah sastra dalam salah satu tingkat perkembangan atau periodenya, sedangkan yang diakronis berarti penulisan sejarah dalam berbagai tingkat perkembangan, dari kelahiran hingga perkembangannya yang terakhir. Kemungkinan lain adalah penulisan sejarah sastra dari sudut perkembangan jenis-jenis sastra, baik prosa maupun puisi. Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:
Angkatan Pujangga Lama
Angkatan Sastra Melayu Lama
Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Pujangga Baru
Angkatan 1945
Angkatan 1950 - 1960-an
Angkatan 1966 - 1970-an
Angkatan 1980 - 1990-an
Angkatan Reformasi
Angkatan 2000-an
Angkatan 2010
Angkatan Pujangga Lama
Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama.
Karya sastra Pujangga Lama yaitu :
Sejarah
Sejarah Melayu
Hikayat
Hikayat Abdullah
Hikayat Aceh
Hikayat Amir Hamzah, dll.
Syair
Syair Bidasari
Syair Ken Tambuhan
Syair Raja Mambang Jauhari
Syair Raja Siak
Angkatan sastra melayu lama
Sastra Melayu Lama adalah sastra yang berbentuk lisan atau sastra melayu yang tercipta dari suatu ujaran atau ucapan. Sastra melayu lama masuk ke indonesia bersamaan dengan masuknya agama islam pada abad ke-13. Peninggalan sastra melayu lama terlihat pada dua bait syair pada batu nisan seorang muslim di minye tujuh, Aceh. Catatan tertulis pertama dalam bahasa Melayu Kuna berasal dari abad ke-7 Masehi, dan tercantum pada beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya di bagian selatan Sumatera dan wangsa Syailendra di beberapa tempat di Jawa Tengah.
Sastra Melayu Lama adalah termasuk bagian dari karya sastra indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat sumatera seperti "langkat, tapanuli, minangkabau dan daerah sumatera lainnya", orang tionghoa dan masyarakat indo-eropa. Ciri-ciri sastra melayu lama yaitu :
Anonim atau tidak ada nama pengarangnya
Istana sentris (terikat pada kehidupan istana kerajaan)
Tema karangan bersifat fantastis
Karangan berbentuk tradisional
Proses perkembangannya statis.
Penggolongan sastra melayu klasik.
Berikut contoh – contoh karya sastra melayu lama:
Gurindam
Gurindam Dua Belas (Karya Raja Ali Haji)
Hikayat
Ditulis oleh Herman RN berdasarkan tuturan lisan Halimah (80-an), seorang warga Ujung Pasir, Kecamatan Kluet Selatan, Aceh Selatan.
Karmina atau pantung kilat.
Sudah gaharu cendana pula.
Sudah tahu masih bertanya pula.
Pantun
Kayu cendana diatas batu
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang
Seloka
Sudah bertemu kasih sayang
Duduk terkurung malam siang
Hingga setapak tiada renggang
Tulang sendi habis berguncang
Syair
Perteguh jua alat perahumu,
muaranya sempit tempatmu lalu,
banyaklah di sana ikan dan hiu,
menanti perahumu lalu dari situ.
Talibun
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanakpun cari
Induk semang cari dahulu
Angkatan balai pustaka
Sastra Balai Pustaka adalah sastra rakyat yang berpijak pada kultur Indonesia abad 20. Hal ini dengan jelas nampak dari roman – roman Balai Pustaka dalam bahasa jawa, sunda, dan melayu tinggi. Sastra Balai Pustaka sebenarnya adalah “sastra daerah”, bukan saja dalam arti menggunakan bahasa daerah tetapi juga menggarap tema – tema kedaerahan, bisa dilihat dari karya – karya yang lahir pada saat itu. Balai Pustaka membahas tentang istiadat dan percintaan. Pada tingkat unsur intrinsik ; gaya bahasa yang digunakan karya – karya Balai Pustaka menggunakan perumpamaan klise, menggunakan banyak pepatah – pepatah dalam bahasanya, serta gaya percakapan sehari – hari. Alur yang dipakai adalah alur datar atau alur lurus dan akhir cerita tertutup. Tokoh – tokohnya selalu orang – orang kedaerahan atau bersifat kedaerahan, baik dalam bahasa maupun dalam masalah dengan teknik penokohan yang datar. Penyajian tokoh hanya dalam permukaannya saja tidak ada atau menggunakan masalah kejiwaan tetapi masalah seperti fisik yang dimunculkan dalam karya – karya Balai Pustaka.
Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang maha tahu, bersifat Idealisme dan Romantis. Kadang banyak alur yang menyimpang dan lambat. Amanatnya bersifat didaktis atau nasihat, mendidik pembaca agar loyal pada pemerintah sebagai pegawai. Bertumpu pada kebudayaan daerah, sehingga karya- karya Balai Pustaka digemari rakyat pedesaan dan rakyat kota yang Priyayi. Roman – roman Balai Pustaka penuh sentimentalis, penuh air mata/cengeng, yang dimaksudkan untuk meninabobokan rakyat agar menjauhkan diri dari pikiran – pikiran sosial dan politik bangsanya. Ciri – ciri karya sastra prosa Angkatan Balai Pustaka :
Menggambarkan persoalan adapt dan kawin paksa termasuk permaduan
Bersifat Kedaerahan
Tidak bercerita tentang Kolonial Belanda
Kalimat – kalimatnya panjang dan masih banyak menggunakan perbandingan – perbandingan, pepatah, dan ungkapan – ungkapan klise.
Corak lukisan adalah romantis sentimental.
Zaman keemasan Balai Pustaka sekitar tahun 1948 hingga pertengahan tahun 50-an ketika dipimpin oleh K.St. Pamoentjak dan mendominasi penerbitan buku – buku sastra dan sejumlah pengarang Indonesia bermunculan seperti H.B.Jassin, Idrus, M.Taslim, dan lain – lain. Contoh karya angkatan balai pustaka:
Merari Siregar
Azab dan Sengsara
Marah Rusli
Siti Nurbaya
Abdul Muis
Salah Asuhan (1928),
Pertemuan Jodoh (1933),
Nur Sultan Iskandar
Apa Dayaku Karena Aku Permpuan (1922),
Salah Pilih (1928),
Muhamad Kasim
Pemandangan Dalam Dunia Kanak – kanak
Suman H. S.
Kasih Tak Terlarai (novel, 1929)
Percobaan Setia (novel, 1931)
Adi Nugroho
Darah Muda (novel, 1927)
Asmara Jaya (novel, 1928)
Tulis Sutan Sati
Sengsara Membawa Nikmat (novel, 1928)
Tak Disangka (novel, 1929)
Abas Sutan Pamunjak Nan Sati
Dagang Melarat (novel, 1926)
Pertemuan (novel, 1927)
Aman Datuk Madjoinjo
Syair Si Banso Urai (1931)
Menebus Dosa (novel, 1932)
Muhammad Yamin
Tanah Air (Kumpulan Sajak, 1922)
Indonesia Tumpah Darahku (Kumpulan sajak, 1928)
Rustam Effendi
Bebasari (drama, 1926)
Percikan Permenungan (kumpulan sajak, 1926)
Yogi (Abdul Rivai)
Gubahan (kumpulan sajak, 1930)
Puspa Aneka (1931)
Pujangga Baru
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Contoh karya pujangga baru :
Sutan Takdir Alisjahbana
Dian Tak Kunjung Padam (1932)
Tebaran Mega – kumpulan sajak (1935)
Hamka
Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1939)
Armijn Pane
Belenggu (1940)
Jiwa Berjiwa
Gamelan Djiwa – kumpulan sajak (1960)
Djinak-djinak Merpati – sandiwara (1950)
Sanusi Pane
Pancaran Cinta (1926)
Puspa Mega (1927)
Tengku Amir Hamzah
Nyanyi Sunyi (1937)
Begawat Gita (1933)
Sariamin Ismail
Kalau Tak Untung (1933)
Pengaruh Keadaan (1937)
Anak Agung Pandji Tisna
Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)
Sukreni Gadis Bali (1936)
I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)
J.E.Tatengkeng
Rindoe Dendam (1934)
Fatimah Hasan Delais
Kehilangan Mestika (1935)
Angkatan 1945
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnaikarya sastrawan angkatan 45. Pelopor puisi angkatan 45 ialah Chairil Anwar. Sedangkan pelopor prosa angkatan 45 adalah Idrus. Menurut Ambary, pandangan penulis dalam bentuk-bentuk karangan lebih bebas dari angkatan Pujangga Baru, sedangkan dalam isi, angkatan 45 bercorak realistis. Angkatan 45 lahir dalam suasana lingkungan yang sangat prihatin dan serba keras, yaitu lingkungan fasisme Jepang dan dilanjutkan peperangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Adapun ciri-ciri puisi angkatan 45 adalah sebagai berikut:
Puisi adalah puisi bebas yang tidak terikat oleh pembagian bait, baris, dan persajakan;
Gaya atau aliran yang banyak dianut adalah aliran ekspresionalisme dan realisme;
Diksinya mengemukakan pengalaman batin yang mendalam dan mengungkapkan intensitas arti. Katanya adalah bahasa sehari-hari sesuai dengan realisme;
Gaya bahasa metafora dan metafolik banyak dipergunakan. Kata-kata, frasa, dan kalimat bermata ganda menyebabkan tafsiran ganda bagi pembaca;
Gaya sajaknya prismatis, hubungan baris dan kalimat-kalimatnya bersifat implisit;
Gaya pernyataan pikiran berkembang dan hal ini kelak berkembang menjadi sloganis;
Gaya ironi dan sinisme banyak kita jumpai dalam puisi-puisi periode ini.
Contoh sastra angkatan 1945 :
Usmar Ismail
Permintaan Terakhir. (Cerita pendk)
Asokamala Dewi, (Cerita pendek)
Dr. Abu Hanifa
Taufan di atas awan. (Kumpulan sandiwara).
Dokter Rimbu, (Roman 1952).
Amal Hamzah
Teropong,
Bingkai Retak,
Chairil Anwar
Deru campur dubu. (kumpulan sajak 1043-1949)
Kerikil tajam dan yang terhempas dan terputus . (PR)
Angkatan 1950 – 1960-an
Kemunculan corak kesusastraan pada periode 1950-1960 tidak lepas keberadaannya dari polemik kebudayaan yang terjadi di Indonesia. Di tengah-tengah perang ideologi yang terjadi, muncullah lembaga kebudayaan yang mewakili setiap institusi ideologi. LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional) mewakili PNI dengan ide kenasionalannya. Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia) mewakili partai Islam dengan ide keislaman. Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) mewakili PKI dengan ide komunisme. Selain muncul berbagai lembaga kebudayaan sebagai corong partai, media massa juga muncul sebagai sarana sosialisasi ideologi partai-partai tertentu misalnya Harian Rakyat.
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia. Contoh karya sastra angkatan 1950-1960-an :
Pramoedya Ananta Toer
Kranji dan Bekasi Jatuh (1947)
Bukan Pasar Malam (1951)
Nh. Dini
Dua Dunia (1950)
Hati jang Damai (1960)
Sitor Situmorang
Dalam Sadjak (1950)
Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
Mochtar Lubis
Tak Ada Esok (1950)
Jalan Tak Ada Ujung (1952)
Marius Ramis Dayoh
Putra Budiman (1951)
Pahlawan Minahasa (1957)
Ajip Rosidi
Tahun-tahun Kematian (1955)
Ditengah Keluarga (1956)
Ali Akbar Navis
Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955)
Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963)
Angkatan 1966-1970-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya. Contoh karya sastra angkatan tahun 1966 – 1970-an :
Taufik Ismail
Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
Tirani dan Benteng
Sutardji Calzoum Bachri
Amuk
Kapak
Abdul Hadi W.M
Meditasi (1976)
Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
Angkatan 1980 – 1990-an
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum. Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini. Contoh sastra angkatan 1980 – 1990-an :
Ahmadun Yosi Herfanda
Ladang Hijau (1980)
Sajak Penari (1990)
Y.B Mangunwijaya
Burung-burung Manyar (1981)
Darman Moenir
Budi Darma
Olenka (1983)
Rafilus (1988)
Sindhunata
Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
Arswendo Atmowiloto
Canting (1986)
Hilman Hariwijaya
Lupus - 28 novel (1986-2007)
Lupus Kecil - 13 novel (1989-2003)
Dorothea Rosa Herliany
Nyanyian Gaduh (1987)
Matahari yang Mengalir (1990)
Gustaf Rizal
Segi Empat Patah Sisi (1990)
Segi Tiga Lepas Kaki (1991)
Remy Sylado
Ca Bau Kan (1999)
Kerudung Merah Kirmizi (2002)
Afrizal Malna
Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987)
Yang Berdiam Dalam Mikropon (1990)
Reformasi
Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatar belakangi kelahiran karya-karya sastra,puisi,cerpen,dan novel pada saat itu. Bahkan penyair-penyair yang semula jauh dari tema - tema sosial politik,seperti Sutardji Calzoum Bachri,Ahmadun Yosi herfanda dan Acep Zamzam Noer,juga ikut meramekan suasana dengan sajak-sajak sosial politik mereka.
Setelah wacana tentang lahirnya Sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan Karen atidak memiliki “Juru Bicara” Korrie Layun rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya Sastrawan Angkatan 2000. Sebuah buku tebal tentang angkatan 2000, yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia,Jakarta tahun 2002. Seratus lebih penyair ,cerpenis,novelis,eseis dan kritikus sastra dimasukkan Korie ke dalam Angkatan 2000,termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, AhmadunYosi Herfanda dan Seno / Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan dorothea Rosa herliany. Novel paling mutakhir adalah Saman, tahun 1998-an,karya Ayu Utami. Contoh sastra reformasi :
Dewi Lestari
Supernova ; Akar
Supernova ; Petir
Habiburrahman El-Shirazy
Ayat-ayat cinta
Di atas Sajadah Cinta
Andrea Hirata
Laskar Pelangi
Sang Pemimipi
Angkatan 2000
Setelah wacana lahirnya karya sastra angkatan reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki "juru bicara", dalam hal ini bisa disebut ikon atau hal/seseorang yang menjadi pencetus maupun tokoh sentral yang mewakili ciri khas dari angkatan tersebut, Korrie Layun Rampan pada tahun 2000 melempar wacana tentang lahirnya sastrawan angkatan 2000. Ciri-ciri karya sastra tahun 2000:
Tema sosial-politik, romantik, masih mewarnai tema karya sastra;
Banyak muncul kaum perempuan;
Disebut angkatan modern;
Karya sastra lebih marak lagi, termasuk adanya sastra koran, contohnya dalam H.U. Pikiran Rakyat;
Adanya sastra bertema gender, perkelaminan, seks, feminisme;
Banyak muncul karya populer atau gampang dicerna, dipahami pembaca;
Adanya sastra religi;
Contoh sastra angkatan 2000 :
Karya dan pengarang tahun 2000
Seno Gumira Ajidarma
Atas Nama Malam
Sepotong Senja untuk Pacarku
Biola Tak Berdawan
Ahmad Fuadi
Negeri 5 Menara (2009)
Angkatan 2010
Dengan lahirnya sastrawan angkatan 2000an maka sebagai tindak lanjut perkembangan sastra di Indonesia maka pada tahun 2010 tumbuhlah sastrawan angkatan 2010 yang akan bersama dengan sastrawan angkatan 200an untuk memperjuangkan hak-hak penulis dan dari karya yang banyak berebdeli karena terkait kondisi politik dan ekonomi negara serta tindak-tindak kriminal angkatan ini di pelopori Tosa spd.diantara sastrawan angkatan 2010 antara lain sebagai berikut:
Tosa spd
lukisan jiwa (2009)
Antologi puisi
melan conis (2009)
Toni Saputra
Nurani Soyo Mukti
Universitas Djuanda
Hesty Wahyu. chocomi
Wah panjang juga yah sejarah bahasa indonesia, makasih hes makalah nya bagus
ReplyDelete